Cerita Hikayat Bunga Kemuning

Cerita Hikayat Bunga Kemuning.

sendang: Jejak Krismon

Lewat kala, suka-suka koteng syah yang memiliki deka- makhluk putri yang cantik_cantik. Sang raja dikenal sebagai kanjeng sultan yang bijaksana, belaka ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya. Karena itu, ia bukan berpunya untuk mendidik anak_anaknya. Gula-gula sang raja mutakadim meninggal karena babaran anaknya yang bungsu sehingga anak sang ratu diasuh oleh inang pengasuh. Putri_putri sri paduka menjadi manja dan nakal. Mereka semata-mata suka bermain di danau. Mereka lain mau belajar dan juga enggak cak hendak membantu ayah mereka. Percederaan sering terjadi diantara mereka.

Kesepuluh putri itu dinamai dengan nama_nama warna. Pemudi Sulung bernama Putri Jambon. Adik_adiknya dinamai Cewek Jingga, Amoi Mentah, Upik Kelabu, Dara Oranye, Perawan Bangkang Merona, dan Dara Kuning.

Gaun nan mereka pakai lagi berwarna seperti etiket mereka. Dengan sedemikian itu, si sunan yang sudah tua boleh mengidentifikasi mereka dari jauh. Walaupun kecantikan mereka hampir selaras, si bungsu Perempuan Kuning minus berbeda, lain terlihat manja dan nakal. Sebaliknya, dia selalu riang dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia kian senang bepergian dengan inang pengasuhnya daripada dengan kakak_kakaknya.

Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua putri_putrinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh_oleh apakah yang kalian inginkan ?” tanya raja.

“Aku ingin perhiasan nan mahal,” pembukaan Putri Jambon.

“Aku mau kain lembar yang berkilau_kilau,” pembukaan Putri Jingga. 9 anak raja menunangi belas kasih nan mahal_mahal pada ramanda mereka. Lain halnya dengan Putri Kuning. Dia berpikir selincam, terlampau memegang lengan ayahnya.

“Ayah, aku sekadar kepingin ayah kembali dengan selamat,” katanya. Kakak_kakaknya tertawa dan mencemoohkannya.

Baca :   Rumus Suku Bunga Tunggal

“Anakku, alangkah baik perkataanmu. Pasti namun aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan kasih luhur buatmu,” kata sang yamtuan. Tak lama kemudian, raja pun menghindari.

Selama sang raja menyingkir, Para pemudi semakin nakal dan berat pinggul. Mereka selalu membentak inang wali dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para perempuan yang rewel itu, pelayan enggak sempat membersihkan taman istana. Upik Asfar sangat sedih melihatnya karena taman yaitu tempat kesayangan ayahnya. Sonder ragu, Kuntum Kuning menjumut sapu dan menginjak menjernihkan taman itu. Daun_daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan_dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Awal inang pengasuh melarangnya, namun Purti Kuning konsisten berkeras mengerjakannya.

Kakak_kakak Nona Asfar nan mengaram adiknya menyapu, tertawa keras_keras. “Lihat tampaknya kita punya pelayan yunior,” alas kata koteng di antaranya.

“Hai, pelayan ! Masih terserah pungkur nih !” sebut seorang yang tidak sambil melemparkan sampah. Taman keraton yang sudah segeh, pula acak_acakan. Putri kuning sengap sahaja dan membarut-barut sampah_sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang_ulang sampai Putri Kuning kelelahan. N domestik hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak_kakaknya.

“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak mesti merinaikan apa_apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu hanya !” kata Nona Kuning dengan berang.

“Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau cuma !” ajak Putri Nila. Mereka meninggalkan Putri Asfar seorang diri. Begitulah yang terjadi saban hari, hingga ayah mereka pulang.

Ketika sang raja start di istana, kesembilan putrinya masih bermain di danau, sementara Dara Asfar sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui peristiwa itu, raja menjadi sangat tersentuh perasaan.

Baca :   Bunga Bunga Cinta Lirik

“Anakku yang selalu dan baik budi ! Ayahmu enggak berpunya membagi apa_apa selain rantai gangguan mentah ini, bukannya warna kuning kesayanganmu !” kata sang raja. Syah memang sudah mencari_cari kalung alai-belai kuning di berbagai distrik, namun benda itu enggak pernah ditemukannya.

“Sudahlah Ayah, tak cak kenapa. Provokasi hijau pun cantik ! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna asfar,” kata Upik Kuning dengan lemau renik.

“Nan penting, ayah sudah lalu kembali. Akan kebuatkan teh panas kuku kerjakan ayah,” ucapnya lagi. Ketika Putri Kuning sedang membuat teh, kakak_kakaknya berdatangan. Mereka berselisih mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak cak semau yang siuman pada Pemudi Kuning, apalagi meminang hadiahnya.

Keesokan harinya, Putri Baru melihat Putri Asfar memakai rantai barunya. “Wahai adikku, bagus moralistis kalungmu ! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Upik Bau kencur !” katanya dengan perasaan iri.

“Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu,” sahut Putri Asfar. Mendengarnya, Dara Hijau menjadi berang. Ia taajul mencari saudara_saudaranya dan mengipasi mereka.

“Rantai itu milikku, hanya ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarinya mengerjakan baik !” kata Putri Plonco. Mereka suntuk sepakat untuk merampas kalung itu. Lain lama kemudian, Putri Kuning muncul. Kakak_kakaknya menangkapnya dan menampar kepalanya. Tak disangka, mentrum tersebut menyebabkan Cewek Kuning meninggal.
(mata air: Kepujanggaan Melayu Klasik dengan penyesuaian).

Cerita Hikayat Bunga Kemuning

Source: https://www.ketelair.com/2021/02/hikayat-bunga-kemuning.html

Check Also

Cara Menghilangkan Dugal Di Kepala Ayam Bangkok

Cara Menghilangkan Dugal Di Kepala Ayam Bangkok. Cara Memintasi Perawatan Ayam Bangkok Aduan Di Cuaca …